Wednesday 24 March 2021

6 Bulan Buku “Menuju Rumah Tanpa Riba” Menemani Pembaca

buku tanpa riba


Sudah 6 bulan buku Menuju Rumah Tanpa Riba beredar di tangan pembaca. Buku itu telah menemui siapa yang harus memahami isinya. Mungkin berhasil menggedor pertahanan ego, atau tetap menjadi tumpukan di antara koleksi yang belum tuntas terbaca.

Perjalanan 6 bulan bagi buku itu, menghadirkan banyak cerita bagi penulisnya. Ada yang membuat haru, ada yang berhasil membuat saya berpikir banyak hal. Apa yang harus saya tulis berikutnya? Blog “Hijrah Finansial” masih mengudara. Meskipun pemirsanya belum banyak.

Salah saya juga, sih. Sampai sekarang tak kunjung pintar membagi waktu dan kesibukan. Sehingga ide yang harusnya terpenjara dalam barisan kata-kata, seringkali menguap entah kemana. Coba kalau nggak gabung Blog Squad, mungkin makin berantakan jadwal postingnya. Gitu mau serius jadi bloger? Ampun lah…
Baca juga: Hai Anak Cucuku!

Cerita dari Buku Menuju Rumah Tanpa Riba

Suatu siang yang terik, notifikasi di gawai saya muncul sebuah pesan dari salah seorang pembaca. “Mbak, beneran ya sekarang nggak ada Bank Syariah Mandiri?” Otak saya perlu sedikit waktu untuk mencerna maksudnya. Memutar memori bahwa tiga bank syariah plat merah memang sudah melebur jadi Bank Syariah Indonesia per 1 Februari 2021 kemarin.

Lalu, apa maksudnya?

Saya jawab pertanyaan itu, “Iya, BSM, BRI Syariah dan BNI Syariah merger per Februari. Tapi sistemnya masih transisi sampai Desember nanti.” Rasanya saya tidak cukup nya melanjutkan pertanyaan, “Kenapa?” Sampai beliau kemudian membalas, “Saya mau ikuti kata-kata di buku Menuju Rumah Tanpa Riba njenengan. Nyari berkah biar ga kena riba. Di sini bank syariahnya udah ganti label jadi BSI. Itu bisa, ya?”

Masya Allah… Tabarakallah…

Jujur, ada rasa haru yang meluap dalam hati. Ada syukur yang… entah, sulit diungkap dengan kata-kata, ketika sebuah tulisan berhasil ‘menggerakkan’ pembaca.

Baca Juga: Buku Bagi Waris

Di waktu yang lain, teman sekolah membaca status WA saya yang sedang membahas riba. Kemudian beliau membalas, “Aku kayanya udah paham soal riba utang piutang setelah baca buku itu. Tapi belum paham beneran itu yang riba di jual beli gimana? Kalau ambil untung banyak apa masuk riba? Pengen diskusi banyak kalau pean bisa.”

Saya menjawab tanpa berani memberi kepastian. Karena saya tahu, beliau cukup sibuk setiap harinya. “Eh, kapan ya?” Lalu dijawabnya, “Nanti malam, virtual aja. Tak ajak teman-teman yang lain.”

Jadilah kami malam itu berdiskusi panjang tentang penerapan sistem keuangan Islam di tengah masyarakat. Melihat fenomena dari banyak sisi ternyata asik. Apalagi jika mendapati orang yang levelnya tokoh agama tapi terhadap riba masih terkesan permisif. Padahal kan jelas, itu hukumnya haram. Gemes sih.. tapi gimana?

Tahap Pengharaman Riba dan Prasangka Baik

Apapun kondisinya, masih ada ruang prasangka baik yang harus kita pelihara. Barangkali kesan permisif yang mereka berikan, bukan untuk meremehkan keharaman riba. Tapi semata sebagai salah satu metode dakwah bil hikmah. Karena melihat sejarah, pendapat ulama tafsir, dan banyak referensi menyebutkan bahwa pelarangan riba pun bertahap.

Sama seperti orang ketika membaca dan membahami buku Menuju Rumah Tanpa Riba ini. Ada yang membacanya sebagai sumber referensi, ada yang menganggapnya sekadar pengetahuan baru, ada juga yang langsung menjadikannya pedoman sikap.  Semua tergantung pada kesiapan hati dan tahap yang harus dilalui setiap pembaca.

Sama seperti proses pengharaman khamr atau minuman keras. Saat itu tempat umat Islam tumbuh dan menema iman adalah masyarakat  yang menjadikan khamr layaknya air sirup. Lazim ada di tengah perkumpulan, menjadi simbol penghormatan, sekaligus lambang sebuah keberanian dan kemenangan. Lalu apa yang terjadi jika tiba-tiba dilarang?

Baca Juga: Lingkar Tanah Lingkar Air

Pasti akan ada pergolakan dan penolakan luar biasa. Oleh karena itu, Allah swt yang Maha Mengenal karakter hambaNya memberi peringatan, perbandingan, anjuran untuk menjauhi, sebelum akhirnya mengharamkan dengan sungguh-sungguh.

Saat ini kehidupan kita sudah lebih dari 1400 tahun dari kehidupan Rasulullah saw dan para sahabat. Kalam dan syariatNya telah sempurna. Pedoman hukum telah paripurna. Namun tidak berarti kondisi iman ummat Islam lebih kuat. Justru semakin jauh, rasanya semakin sulit bagi hati mencapai derajat taqwa.

Meninggalkan riba bisa dimulai dengan hanya memelihara rekening di bank syariah dan mengosongkan saldo rekening bank konvensional

Di kesempatan yang lain, sering ada pesan masuk bertanya, “Kak, kalau begini riba bukan? Biar nggak riba gimana, ya?” Dan banyak lagi pertemuan yang tidak terekam kamera, sempat membahas tentang isi buku yang sama.

Baru 6 bulan usia buku Menuju Rumah Tanpa Riba. Ia memang tak sekuat pesona Aleta ketika baru lahir sudah mencapai hampir seribuan jumlah PO. Tidak pula setangguh Sang Janissary Terakhir yang mampu membuat sebagian pembaca rela meriset sendiri sumber ceritanya. Sungguh, 6 bulan ini baru langkah awal, sebelum ia menjelajah lebih jauh. Barangkali suatu saat juga akan hadir di rumah Anda. Semoga mampu memberi warna kebaikan setelahnya.

 

 

 

 

No comments:

Post a Comment