Thursday 30 June 2022

Drama Pagi Hari: Sebuah Pelajaran Penting


 

Drama-pagi-hari

Pagi adalah lembaran baru, kesempatan merealisasikan mimpi semalam dan kemarin yang menuntut perjuangan nyata. Kenyataannya, tidak jarang ada banyak drama di pagi hari yang menggoda hati. Bagi wanita, menyiapkan anak untuk kegiatan masing-masing bisa jadi pekerjaan berat. Belum rutinitas lain yang menuntut perhatian.

Selasa, 28 Juni 2022

Seperti pagi ini, ketika aku yang masih single berniat ke kampus pagi-pagi, mumpung cuaca cerah. Hasilnya? Mandi sejak shubuh, tilawah, dzikir, dan cuaca masih dingin jadi kutarik selimut kembali untuk menghangatkan kaki. Enggak tidur lagi, cuma duduk aja di atas kasur sampai hari tampak terang sambil baca novel baru karya Tere Liye yang besok insya Allah rilis review nya. 

Mencuci Baju: Hari Ini atau Besok Ya?

Aku perlu memastikan bahwa hari ini cukup cerah untuk mulai mencuci. Bukan apa-apa sih, biar langsung kering aja gitu. Males kan kalau harus jemur-angkat pas cuaca mendung-hujan. Apalagi jadwalku mencuci hari ini ada beberapa yang “berat”, seperti handuk dan celana training panjang.

Sambil menunggu kepastian cuaca hari ini, aku memilih baca novel “Rasa” yang baru datang kemarin. Ya, dari semalam juga sudah kubaca sih tapi belum selesai. Mumpung si dede yang tinggal di kamar sebelah juga lagi mandi, nyuci bisa nanti kalau dia sudah berangkat sekolah.

Drama Pagi Hari

Saat penghuni rumah tinggal aku sendiri, sudah lewat jam 7.30. Segera kurendam cucian, nyalakan pemanas air, panaskan nasi, dan bebersih. Lanjut nyuci, dhuha, jemur, siap-siap berangkat. Sarapan pagi bukan nasi TO, cuma energen sama roti. Jam 9 kulihat angka di layar. Padahal rencana awal paling lambat sampai kampus jam 8.30. Baiklah, mari berangkat sebelum hari makin panas.

Rencana tinggallah rencana. Kubuka gawai, ada notifikasi barang belanjaan dari toko orange akan datang hari ini. Ah kang paket bisa taruh di depan pintu seperti biasa. Masalahnya adalah ketika kulihat ke luar, gerimis turun. Padahal itu baju cucian baru jemur. Hiks…

Apa hari ini akan turun hujan lagi? Gimana nanti kalau ditinggal ke kampus jemuran kehujanan? Aduh, nasib perempuan tangguh suka overthinking wkwwkw. Aku bergegas mengangkat sebagian jemuran, terutama yang sudah mulai kering. Lainnya yang masih benar-benar basah biarlah tinggal. Semoga rezeki kering hari ini.

Masuk lagi, kunci jendela. Karena ini bukan type jendela dengan teralis, jadi amannya harus dikunci tiap pergi. Masalahnya adalah anak kunci (model slot) tidak bisa masuk ke lubangnya. Ada jarak kurang dari 1 mm antara anak kunci dengan pembatas lubang.

Seperempat jam berlalu, kugunakan pisau, gunting, pisau lipat yang kecil untuk memaksanya masuk ke lubang. Nihil. Aku hampir menangis sampai kutekan kuat-kuat itu anak kunci, dan berhasil!

Ah, rasanya sudah hampir berkeringat dikerjain kunci jendela. Dahlah, cepet berangkat sebelum hari semakin siang. Kurapikan barang bawaan, lalu bersiap pergi setelah memastikan rumah aman ditinggal. Jalan kaki lewat asrama TNI yang punya halaman lumayan luas, biar nggak kena serempet jalan di tepi yang ga ada trotoarnya.

Di pojok halaman belakang perbatasan asrama dan perumahan brigif samping itu kampus itu ada pembatas dengan jalan kecil. Bukan jalan aspal, tapi juga bukan tanah. Sepertinya jalanan itu dulu pernah diaspal halus, dan dibiarkan sampai rusak. Hasilnya, di situ banyak kerikil kecil berhamburan.

Nah, sampai di titik itulah aku sedikit lengah. Sedikit saja. Setelah mengecek gawai dan membalas pesan, kumasukkan ke tas. Kaki kiri yang duluan turun tidak cukup kokoh berpijak. Tangan kiriku bawa tas laptop, tangan kanan ada goodie bag di bahu.

Quote-sakifah


Sedetik kemudian kaki kiriku tergelincir, meluncur ke depan posisi lurus. Sementara kaki kanan terlipat, lutut mencium bebatuan.

Parahnya lagi saat kusadari posisiku sedang “lucu” begitu, ada bapak-bapak tentara lewat naik motor. Huaaaaa…. pengen nangis pun malu. Apalagi bapaknya senyum, menyapa, “Hati-hati….” seperti memastikan aku bisa berdiri sendiri atau butuh pertolongan. Saat sadar, aku segera berdiri.

Untungnya, tidak ada aurat yang tersingkap. Untungnya lagi,  pakai masker tuh, ga bakal apal kali ya Si Bapak kalau ketemu lagi. Kecuali aku ada di situ lagi pas ketemu, pakai baju dan tas yang sama. Aduh..

Apakah Drama Selesai Sampai Disitu?

Ternyata nggak. Haha…

Pagi itu sebenarnya ada teman cpns prodi sebelah mau ketemu di kampus. Sepertinya beliau mau kasih oleh-oleh baru balik dari Bandung. Cuma aku ditunggu dari jam 8 itu malah baru nyampe kampus jam 9 lewat. Dasar aku! Yah kan ada drama itu tadi…

Beliau sudah di lantai atas. Aku nggak enak mau ke prodinya, beliau juga ga nyampe ke prodiku. Padahal beda cuma beberapa ruang! Nggak papa, biasa kan kaya gitu? Jangankan beda ruang, beda meja di ruang yang sama aja bisa jarang ketemu.

Yang membuatku merasa bersalah adalah ketika siang hari kami se-prodi perlu menghadiri undangan anniversary prodi, sementara tidak tahu beliau mau balik Bandung.

Kupikir beliau sudah mau tinggal di sini, mengingat sudah waktunya sering ke kampus. Ternyata hari ini hanya kunjungan dan sore harus survey kontrakan. Sementara kami yang rencana datang ke undangan cuma sebentar, sampai ashar belum kelar.

Akhirnya oleh-oleh itu ditaruh lobi. Kami tidak sempat bertemu, karena sampai kampus sudah hampir setengah lima. Segera berkemas, ambil titipan di lobi, lalu pulang, alhamdulillah ditumpangi sampai jalan depan kos.

Sampai kos, teteh lagi pasang jemuran. Agendanya langsung ganti kostum dan panjat kursi buat pasang tali. Aih…ingat belum sholat jadi pamit duluan. Selesai sholat, eh udah selesai drama pasang jemurannya. Alhamdulillah.

Hikmah di Balik Drama

Separah apapun drama harian yang harus kita hadapi, selalu ada hikmah yang bisa diambil. Setiap hari aku belajar untuk jadi pribadi yang lebih baik, meskipun sadar tidak akan pernah jadi sempurna. Nah, tekad “untuk jadi pribadi lebih baik” itu ternyata memiliki banyak sekali definisi.

Ada kalanya kita menganggap saat harus menderita, mengalami rasa sakit, adalah nasib buruk yang harus dihadapi. Padahal faktanya tidak demikian, apa yang kita hadapi adalah nasib dan ketentuan terbaik dariNya. 

Tragedi sepatu pagi hari mengingatkanku untuk segera ganti yang baru. maklum memang itu sepatu udah lebih dari 4 tahun usianya. Sol udah halus tanpa gerigi, rawan menggelincir.

Mungkin kesadaran bahwa sebuah kejadian buruk adalah nasib terbaik yang tidak datang secara instan. Butuh waktu, pemahaman, persepsi dari banyak sisi untuk sampai pada titik itu. Sampai akhirnya kita sadar harus ikhlas dan bersyukur atas setiap ketetapanNya.

 

3 comments:

  1. Sharing pagi yang penuh makna. Terima kasih mbak😇🤗
    Ngomongin sepatu, jadi inget, sepatuku juga butuh diganti, tapi, nggak jadi-jadi mau pergi beli 😂🤭

    ReplyDelete
  2. seru tahu banyak drama hidupnya Kasaki haha

    ReplyDelete