Sunday 14 August 2022

Usaha Produk Herbal Sebelum Ikut Seleksi CPNS 2021

 

seleksi-cpns-2021

Pengangguran, adalah predikat yang cukup menjengkelkan ketika melekat pada diri sendiri. Padahal ya pilihan itu diambil sendiri, tidak ada yang menyuruh atau memaksa berhenti bekerja. Apalagi sebenarnya saat tahun ajaran baru dimulai dan aku memutuskan resign, itu ditelpon 3 kali disuruh balik. Rasanya pengen nangis, tapi hati kecilku melarang pergi.

Ibu sempat kasihan kalau aku di rumah menganggur. Sementara aku tidak mau menyerah atau pasrah. Boleh di rumah, tapi tetap harus produktif. Karena aku yakin, bahwa rezeki tidak akan tertukar, salah alamat, atau datang terlambat. Hisupku sudah dijaminNya akan cukup dimanapun berada.

Writerpreneur atau Enterpreneur?

Karena sudah bebas dari pekerjaan rutin dan tanggung jawab kepada atasan, waktuku otomatis lebih longgar. Pagi bebersih rumah yang seukuran aula ditambah pekarangan keliling dari depan dan samping, membantu mengurus ayam, menyiapkan makanan untuk bertiga, siang dikit otomatis capek.

Mau istirahat, rebahan, terhalang oleh isi kepala yang terus berteriak nyaring, “Harus ngapain ini biar dapat duit? Pulsa butuh dibeli, paketan internet harus isi terus, belum kalau pengen jajan, mau belikan sesuatu dan bantu penuhi kebutuhan sehari-hari. Mau sampai kapan nganggur?”

Tahun 2020, satu buku berjudul “Menuju Rumah Tanpa Riba” berhasil kutulis dan terbit. Sebelum itu, salah satu teman kuliah S1 yang sudah jadi dosen di Jogja memintaku menjadi asistennya selama satu semester. Beliau harus mengurus akreditasi dan setelah itu cuti melahirkan.

Aku sempat ingin memetakan profesi saat itu, mau focus jadi writerpreneur atau entrepreneur? Kalau ingin menghasilkan uang lewat tulisan, jangan berpikir membuka usaha atau semacamnya. Focus perbaiki kualitas tulisan, banyak baca, peka pada apapun biar bisa jadi bahan tulisan.

Kalau mau jadi pengusaha, siapkan baik-baik produk apa yang ingin dibuat dan dipasarkan. Pikirkan bagaimana memasarkannya, menggunakan media sosial dan membuat orang percaya bahwa produk itu benar-benar bagus dan layak dipasarkan.

Pada akhirnya, jiwa serakah mengantarku untuk menginginkan keduanya. Di satu sisi aku belajar menjadi content writer, di sisi lain aku membuat produk herbal yang awalnya kuberi nama Herb House, kemudian kuganti dengan Herb Homemade. Nama pertama lebih mencerminkan tempat, sementara yang kedua lebih mencerminkan produk.

menuju-rumah-tanpa-riba


Produk Herb Homemade

Aku memproduksi jahe instan, kunyit instan, temulawak instan, lalu dikemas dengan ukuran 100 gr dan 200-250 gr. Produk ini memudahkan orang yang ingin mengonsumsi rimpang tanpa harus ribet mencari bahan dan memasak. Aku mengubah bentuk dari rimpang menjadi bubuk kering yang bisa diseduh untuk konsumsi sewaktu-waktu.

Bahan dasarnya hanya dua macam, yaitu rimpang asli dan gula pasir. Setelah dibersihkan dan ambil sarinya, aku memasak kedua bahan itu hingga mengental dan berubah bentuk jadi bubuk. Setelah itu biarkan dingin sebentar dan langsung dikemas. Hasil produk ini sudah berhasil mencapai beberapa kota di Sumatera, Jakarta dan sekitarnya, Kalimantan, dan Pulau Jawa sendiri.

jahe-instan
Produk jahe instan


Konsumennya beragam, ada yang memang kukenal dan percaya aku tidak menambahkan bahan lain, ada juga yang sama sekali tidak kukenal namun percaya bahwa produk tersebut bagus. Akus endiri, untuk produk instan ini masih ingin menyingkirkan gula pasir sebagai bahan utama.

Bukan karena kualitas gula pasirnya, kalau itu aku biasa menggunakan yang kemasan, jadi bersih dan insya Allah aman. Masalahnya adalah gula pasir itu sendiri pemicu diabetes. Mau ganti bahan sampai sekarang belum tahu apa yang bisa membantu perubahan bentuk dari cair ke bubuk? Karena gula pasir itulah yang membuat sari rimpang menjadi bubuk.

wedang-uwuh-herb-homemade
Pengemasan wedang uwuh


Wedang Uwuh Herb Homemade

Kegalauanku tidak mengurangi produksi sesuai pesanan. Sementara adik yang sedang studi di Jogja menawarkan produksi komoditas baru: Wedang Uwuh. Racikan beberapa jenis rempah yang merupakan hidangan khas bangsawan keraton zaman dulu. Adik bagian belanja bahan di Pasar Beringharjo, dan aku mengemas di rumah kemudian memasarkannya.

Misi ini berjalan lancar. Bahkan Om yang punya toko retail di Ngoro ikut memasarkan. Pelanggannya bilang, wedang uwuh hasil racikan kami khas dan lebih enak dari yang lain. Beda bahan, tentu beda rasa. Beda ukuran racikan, beda pula cita rasa yang dihasilkan.

Sampai setahun kemudian usaha ini cukup memberikan penghidupan bagi kami. Minimal, aku tidak hanya hidup menumpang di rumah, meskipun belum sepenuhnya kebutuhan hidup kupenuhi dari hasil usahaku sendiri. Peran orang tua untuk mendukungku tentu lebih besar.

Berangkat dari modal yang tidak seberapa, memang aku tidak bersungguh-sungguh membesarkan usaha ini. Selain keterbatasan modal, aku berpikir tidak akan selamanya tinggal di rumah. Jadi cukuplah usaha ini sebagai sampingan yang cukup menjanjikan selama aku masih bisa memenuhi pesanan.

Bersamaan dengan usaha ini, tahun 2020 aku mengikuti seleksi CPNS dengan memilih Kemenag sebagai instansi dan UIN Malang sebagai satuan kerja. Hasilnya sampai bulan Agustus 2020 namaku bertahan di daftar peserta SKB. Satu tahap lagi, maka aku bisa mewujudkan cita-cita sebagai dosen.

Mimpi Jadi Dosen CPNS Kembali Tertunda

Hei, bukankah Allah adalah sebaik-baik pemilik rencana? Maka tidak ada yang salah dalam setiap ketetapanNya. Aku ingat betul, sehari sebelum Senin, jadwalku harus mengikuti ujian tahap SKB di pertengahan Agustus tahun itu, Om yang di Jakarta meninggal. Adik ibu yang menyayangiku seperti adiknya sendiri telah dipanggilNya.

Ibu sangat berduka. Aku kacau, ujian rasanya seperti hanya menggugurkan kewajiban. Tidak ada semangat kompetisi sama sekali. Apalagi akhir Juli bulan sebelumnya, aku dan ibu positif Covid dan harus isolasi di rumah. Kami beruntung karena tidak harus menjalani perawatan medis di rumah sakit.

Adik ibu meninggal di rumahnya, bukan karena Covid, tapi karena diabetes yang sudah menggerogoti tubuhnya beberapa tahun terakhir. Beberapa hari sebelum pergi, sempat menelepon ibu dan suaranya sudah banyak berubah. Mereka sudah saling memaafkan, tapi tidak mengurangi rasa kehilangan.

Aku tahu pasti di hari ujian SKB saat itu, bahwa keikutsertaanku ujian adalah penegas cita-citaku belum saatnya dikabulkan. Aku tidak menyesal karena tidak bisa melakukan yang terbaik saat ujian, toh yang terpilih akhirnya memang insya Allah lebih baik dari aku.

Gagal di ujian seleksi CPNS dosen tahun itu membuatku tenang, karena itu berarti masih ada waktu untuk mendampingi ibu yang entah sampai kapan merasakan duka. Sepertinya akan panjang, karena adik satu-satunya yang paling disayangi telah benar-benar pergi. Ibu bilang, kehilangan adik rasanya lebih sakit dari kehilangan orang tua.

Mungkin karena ibu merawat orang tuanya ketika sakit, sampai nenek meninggal. Tapi ketika adiknya sakit, seperti tidak punya kesempatan membantu dan mengusahakan yang terbaik saat itu. Takdir menggariskan dua adik sepupuku ditinggal ayahnya lebih cepat.

Satu anak Om sudah selesai kuliah S1 saat papanya pergi. Sementara adik perempuannya baru lulus SD. Adik perempuan inilah yang akhirnya ingin selalu kujaga sebagai adikku sendiri, sampai nanti benar-benar mandiri insya Allah.

Tidak kupikirkan lagi soal bagaimana hasil seleksi CPNS tahun itu. Seminggu setelah ujianku kami ke Jakarta untuk takziyah. Sebentar saja, sore langsung bertolak pulang. Sungguh, perjalanan ke ibukota saat pandemi benar-benar tidak leluasa dan serba terbatas.

Pulang, kesibukanku kembali seperti sebelumnya. Tetap belajar menulis, melanjutkan usaha, dan mencari kesempatan menjadi dosen. Belajar dari pengalaman teman-teman yang lebih dahulu jadi dosen, aku jadi tahu, untuk menjadi dosen sebaiknya pilih tempat yang tepat. Jangan salah pilih tempat karena akan sulit urusannya ketika ingin pindah.

Aku bukan anak rektor, bukan pula anak pejabat. Jadi kalau mau mengajar di perguruan tinggi, harus mengandalkan kekuatan yang lebih besar: doa dan usaha. Tidak bisa asal tunjuk ingin mengajar disitu kemudian terwujud. Ikut seleksi dulu, tes, wawancara, kunjungi tempatnya, baru nanti semoga akhirnya dapat tempat terbaik versiNya.

Akhirnya, sampai di titik ini ceritanya. Di post berikutnya akan kuceritakan bagian pendaftaran seleksi CPNS hingga akhirnya lulus di sini. Tulisan tentang itu mungkin agak panjang, semoga tetap bermanfaat setelah membacanya nanti ya.

No comments:

Post a Comment